Kamis, 15 Juli 2010

DEFINISI PURITANISME DAN MODERNISME

PENDAHULUAN


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat perubahan zaman yang semakin berubahnya tradisi yang ada dengan dalam kurun sejarah yang akan berjalan dengan tradisi sebelumnya. Sebagai suatu bukti tradisi yang tejadi pada abad modern yang jauh berbeda dengan generasi umat islam pertama. Perubahan tersebut dapat dilihat dari barang-barang kebutuhan hidup dalam rumah tangga yang dan alat pemenuhan kebutuan yang semakin modern, pola hidup yang disesuaikan dengan zaman modern serta alat-alat pemanuhan kebutuhan lainnya pun serba modern.
Dari perubahan-perubahan yang terjadi sesuai perkembangan zaman makan akan terjadi pula perubahan tradisi dan budaya yang mengalir dari suatu wilayah ke belahan bumi lainnya yang berbeda tradisi. Perubahan tradisi tersebut mempengaruhi pola pikir yang akan berimbas kepada pemahaman terhadap ajaran agama. Dengan pemahaman yang berbeda tentu akan berpengaruh pula terhadap pelaksanaan syari’at agama terutama syari’at luhur yang terkadung dalam Islam.
Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut membuat kekhawatira di kalangan fundamentalis muslim terhadap bahaya pengaruh asing yang bukan berasal dari ajaran islam. Seperti budaya Sinkritisme yang terjadi pada masyarakat pribumi Indonesia pada saat datangnya Islam yang notabene berasal dari agama Hindu. Oleh karenannya mendorong sebagian kelompok melakukan pergerakan dalam rangka memurnikan syari’at islam yang sesunggunya agar terlepas dari sifat Takhayyul, Bid’ah, dan Khurafat yang rentan mempengaruhi akidah umat Islam.
Tidak hanya persoalan akidah, yang menjadi pesoalan utama adalah masalah kemunduran umat Islam yang semakin tertinggal daripada Barat. Maka lakukanlah usaha-usaha oleh pemimpin-pemimpin Islam modern mengharapkan akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran yang akan dibawa kepada kemajuan seperti yang terjadi pada masa kejayaan umat islam.

PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM


1. Pengertian dan Difinisi
Kata modern menurut Harun Nasution, dalam khazanah pemikiran Barat mangandung makna pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan olah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Perubahan dilakukan adalah untuk menyesuaikan keadaan masyarakat dengan perkembangan zaman oleh suatu bangsa dalam rangka mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Perubahan ini mensyaratkan agar memberikan solusi nyata dengan mendatangkan paradigma baru dalam suatu masyarakat untuk mewujudkan suatu kebangkitan bagi umat. Dikalangan masyarakat pemikir muslim moderni lebih dikenal dengan istilah Tajdid.
Dalam pengertian garis besar makna kata puritanisme secara etimologis berasal dari bahasa Yunani pure yang berarti murni.
Sedangkan Puritanisme menurut istilah memiliki dua dimensi artian yaitu di lapangan pemikiran dan kepercayaan. Puritanisme di lapangan pemikiran. Misalnya dilapangan ilmu pengetahuan berupa tidak mau menggunakan kata atau ejaan yang mirip dengan perkataan atau ejaan bangsa asing. Dalam lapangan kepercayaan, merupakaan sikap untuk hanya berpegang kepada ajaran yang termuat dalam suatu kitab suci sesuai dengan arti kata. Pengertian yang tidak cocok dengan arti kata dianggap berbahaya atau salah. Disamping sikap mengenai makna ajaran agama pada beberapa golongan yang mengikuti cara siap hidup paling sederhana sesuai dengan keperluan kehidupan minimal tanpa mengganggu kesehatan (asketisme). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa puritanisme dapat ditarik suatu benang merah yaitu pemurnian. Dalam islam lebih hidmat jika memakai istilah sufi. Pemurnian ditujukan untuk mengembalikan umat islam kepada ajaran yang murni berasal dari pembawanya Nabi Muhammad saw yaitu al-Quran dan hadis agar bersih dari perilaku takhayyul, bid’ah dan khurafat yang dapat merusak ajaran dan aqidah umat islam.
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa dalam bahasan pemurnian ini adalah kembali kepada ajaran islam yang murni yakni kembali kepada ajaran yang telah dibawa oleh Muhammad saw dan para sahabatnya yang berpedoman kepada sumber hukum islam yaitu al-Quran dan Hadis yang shahih untuk menyesuaikan antara perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam yang murni untuk dapat dijalankan secara sinergis.

2. Antara Puritanisme/Pemurnian dan Modernisasi/Tajdid dalam Islam.
Dari pengertian antara puritanisme dan modernisme diatas dapat dilihat bahwa kedua istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda. Jika puritanisme mengandung arti memurnikan pemikiran atau ajaran dari segala aspek dari luar yang mencampuri atau mempengaruhi suatu pemikiran atau ajaran tertentu yang dapat menodai kemurnian ataupun ajaran tersebut. Sedangkan modernisme mengandung pengertian gerakan membuat suatu perubahan paradigma berpikir dalam masyaraklat suatu bangsa ke arah perubahan sesuai dengan perkembangan zaman yang sarat dengan perubahan di bidang ilmu, teknologi, seni, politik, budaya, dan sebagainya. Perubahan tersebut secara lansgung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan beragama dan berimbas kepada pemahaman terhadap akidah. Maka dengan adanya pergerakan modernisasi pemikiran islam diharapkan dapat mewujudkan kesesuaian antara kemajuan zaman dan agama.
Jika dilihat ke belakang, dimulai setelah selama dua setengah abad sepeninggal Nabi Muhammad saw dapat dikatakan secara luas ditandai dengan ketegangan antara Islam ortodoks dengan Sufisme. Ortodoksi Sunni mengalami kristalisasi setelah bergulat dengan aliran Mu’tazilah (rasionalisme dalam islam), aliran Syi’ah dan kelompok-kelompok Khawarij.
Pergulatan itu sesugguhnya masih terus berlangsung sampai abad ke-13 H dan kekuatan besar yang dihadapi Sunni adalah sufisme yang pada tahap lanjutan mengalami degenerasi. Disamping itu merajalelanya bid’ah di kalangan umat telah membuat sebagian umat buta terhadap ajaran-ajaran orisinil, yakni ajaran-ajaran yang tertera dalam al-Quran dan sunnah yang shahih.
Bagi banyak pengamat, sejarah silam di masa modern pada intinya adalah sejarah dampak Barat terhadap masyarakat Islam, yang khusunya sejak abad ke-13 H/19 M. mereka memandan Islam sebagai suatu massa yang semati-matinya menerimapukulan-pukulan destruktif atau pengaru-pengaru yang formatif dari Barat. Dari penggalan sejarah yang dikemukakan, ternyata yang menjadi faktor kemunduran itu adalah perhelatan didalam tubuh umat islam itu sendiri yang membuat melemahnya muwahhadah umat.
Dengan melihat kejadian tersebut, tergugahlah hati Ibnu Taimiyah untuk melakukan perubahan islam pada peralihan abad 13 dan 14 H. Sehingga dengan usahanya Ibnu Taimiyah disebut sebagai bapak tajdid atau reformis Islam. Ia melakukan kritik tajam tidak saja kearah sufisme dan para filosof yang mendewakan rasionalisme. Kritik Ibnu Taimiyah sendiri selalu menuju kearah seruan agar umat islam kembali kepada al-Quran dan Sunnah serta memahami kembali kedua sumber hukum Islam dengan landasan ijtihad.
Namun jika dianalisa lebih global, penulis tertarik kepada pendapat bahwa modernisme bukanlah merupakan ataupun kekalahan antara dua orientasi kultural: antara Timur dan Barat, atau antara Islam dengan non Islam. Namun yang sesungguhnya adalah antara dua zaman yang berbeda, misalnya abad Agraria dan abad Teknis. Atau keunggulan zaman “sejarah” terhadap zaman “pra-sejarah” dengan dimensi yang jauh lebih besar dan intensitas yang jauh lebih hebat.
Tetapi nampaknya segi kekurangan paling serius daripada abad modern ini ialah dalam hal yang menyangkut diri kemanusiaan yang paling mendalam, yaitu bidang keruhanian dan keagamaan. Hal inilah yang diantisipasi sebelumnya oleh Ibnu Taimiyah dalam menghadapi modernisasi. Maka dengan adanya dari waktu ke waktu usaha pembaharuan, atau penyegaran, atau pemurnian pemahaman umat kepada agamanya adalah sistem yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah bagi umat islam sebagai suatu yang telah diisyaratkan oleh Nabi.
Maka dari sudut tinjauan diatas maka wajar saja nantinya pada abad ke 18 Jazirah Arab menyaksiakan usaha pembaharuan yang militan dilancarkan oleh Syekh Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab (1115-1206 H/1703-1792 M), yang melahirkan apa yang dinamakan gerakan Wahabi.
Selanjutnya di belahan bumi lainnya kita menyaksikan beberapa pergerakan lainnya pun dilakukan oleh para kaum modernis dengan melihat alasan yang sama walaupun situasi yang berbeda dan lapangan pergerakan yang berbeda-beda pula sesuai dengan corak masing-masing. Seperti Muhammad ‘Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, sang reformis Muhammad Rasyid Ridha, sayyid Ahmad Khan, Mustafa Kemal Attaturk dan banyak lagi para pembaharu lainnya yang berjuang untuk perubahan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah jauh lebih maju.

3. Kesimpulan
Modernisme mengandung makna pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adap istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan olah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Puritanisme dalam islam mempunyai pengertian usaha untuk mengembalikan umat islam kepada ajaran yang murni berasal dari pembawanya yakni Nabi Muhammad saw. yaitu al-Quran dan hadis agar bersih dari perilaku takhayyul, bid’ah dan khurafat yang dapat merusak ajaran dan aqidah umat islam.
Pengertian antara puritanisme dan modernisme dapat dilihat bahwa kedua istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda. Jika puritanisme mengandung arti memurnikan pemikiran atau ajaran dari segala aspek dari luar yang mencampuri atau mempengaruhi suatu pemikiran atau ajaran tertentu yang dapat menodai kemurnian islam. Sedangkan modernisme mengandung pengertian gerakan membuat suatu perubahan paradigma berpikir dalam umat islam yang lebih aktual. Maka dengan adanya pergerakan modernisasi diharapkan dapat mewujudkan kesesuaian antara kemajuan zaman dan agama. Tujuan keduanya adalah untuk menyesuaikan antara perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam yang murni.
Jika menggunakan analisa lebih global, modernisasi bukanlah merupakan ataupun kekalahan antara dua orientasi kultural: antara Timur dan Barat, atau antara Islam dengan non Islam. Namun yang sesungguhnya adalah perubahan antara dua zaman yang berbeda, misalnya abad Agraria dan abad Teknis, zaman masyarakat pedesaan menuju masyarakat perkotaan, dan bahkan antara zama pra-sejarah kepada zaman sejarah. Jadi substansinya adalah perubahan-perubahan global yang terjadi pada suatu masa yang berangkat dari ketertinggalan menuju perubahan yang lebih maju.
Tetapi nampaknya segi kekurangan paling serius daripada abad modern ini ialah dalam hal yang menyangkut diri kemanusiaan yang paling mendalam, yaitu bidang keruhanian dan keagamaan. Hal inilah yang diantisipasi oleh kaum modernis muslim dalam menghadapi masalah keumatan yang terus diperjuangkan dari masa ke masa. Perhelatan ini tetap akan terjadi dan mengalami benturan antar kultur di belahan bumi manapun hal itu terjadi.


DAFTAR PUSTAKA


Fazlur Rahman. Islam. (New York: Ancho Book) Terjemahan. 1979
Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang) 1986
Hasan Sadily DKK. Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru) 1984
John J. Donohue, John I. Esposito. Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-Masalah. (Jakarta : Cinta Niaga Rajawali) Terj. 1993
Pustaka Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Khazanah Intelektual Islam/Editor: Nurkholis Madjid (Jakarta: Bulan Bintang) 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar